Monday, May 14, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 10 Bahasa Indonesia




Chapter 10 – Mantera Sihir




Pelafal sihir yang mahir,

yakni seorang penyanyi yang mahir.



            "..... Ada satu di sini......"

Sembari dengan sangat, sangat berhati-hati berjalan menyusuri dedaunan hutan, akhirnya aku menemukan buruanku. Seekor rusa.

Meski aku menyebutnya rusa, tapi itu bukan salah satu rusa yang kuketahui. Rusa yang satu ini mempunyai pola geometris yang mencolok di sekujur tubuhnya, tanduk yang terlihat heroik, dan merupakan makhluk yang sanggup dengan mudahnya menumbangkan pohon hanya dengan mendorongnya saja.

Baik itu aku atau Beruang Berjirah, bukankah binatang liar di dunia ini terlalu banyak mempunyai keefektivitasan untuk bertarung?

            "Ai. Bisa kuserahkan itu padamu?"

            "Ya.....!"

Saat kuberbisik pada Ai yang berada pada punggungku dan merasa dia mengangguk, pepohonan di hadapan rusa pun bergemeresik. Menyadari bahwa gemeresikan pepohonan itu bukan karena disebabkan oleh angin dengan indranya, secara spontan si rusa pun melompat mundur.

—Dengan kata lain, rusa itu menuju ke arah kami.

Memanfaatkan kesempatan itu, aku melompat keluar dari semak-semak dan mengayunkan cakarku. Tetapi, tepat sebelum aku bisa mengenainya, rusa tersebut dengan cepat merubah arahnya dan menghindari ayunan cakarku.

            "Meleset!"

Melebarkan sayapku, aku menyerangnya dengan hembusan udara dari kepakakkan sayapku. Walaupun rusa tersebut sempat kehilangan keseimbangan sejenak, ia menghilang ke dalam hutan sebelum aku bisa mengejarnya.

            "Gagal lagi, ya....?"

            "Maafkan aku, Mentor....."

            "Oh, tidak, ini bukan salahmu. Ini karena kelalaianku."

Sedari awal aku kurang mahir dalam berburu.

Sampai-sampai aku hanya akan berhasil 1 dari 10 kali percobaan dengan usaha terbaikku.

Namun berkat bantuannya Ai, aku sudah sampai bisa berhasil 1 dari 7 kali percobaan, jadi jelas ini bukan kesalahannya.

Walaupun bukan......

            "Apa yang harus kulakukan......"

Cara hidup kita saat ini membingungkanku.

Di pemukiman Ai, semuanya ada 16 orang. Ditambah aku, Nina, dan Ai, maka semuanya jadi 18 orang dan satu binatang yang cukup besar.

Sekalipun aku bisa menutupi bagian kami bertiga dengan tingkat keberhasilan berburuku saat ini, sulit jika harus mengurusi orang sebanyak itu.

Tentunya, hingga sekarang mereka sanggup hidup di dunia ini. Hanya saja, biarpun mereka sanggup hidup dengan cara mereka tersendiri, mereka masih kekurangan nutrisi.

Dan mereka tak mempunyai waktu untuk melakukan hal lain dalam hidupnya.

Di pagi hari mereka akan berburu saat matahari terbit, dan tidur saat matahari terbenam. Hampir seperti itulah kehidupan mereka. Biar begitu, masih perlu dipertanyakan apa mereka punya cukup makanan untuk dimakan atau tidak. kebanyakan dari mereka mati karena kelaparan, setengahnya adalah anak-anak berusia 16 tahun.

Rasanya sediki menyedihkan, karena mempunyai waktu untuk pendidikan itu sendiri pun merupakan kemewahan yang tidak mereka punyai.

            "Baiklah, kita sudahi saja untuk hari ini dan pulang."

            "..... Baik."

Ucapku pada Ai saat melihat matahari yang sudah berada di tengah langit.

Pendapatan hari ini adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang-kerangan. Pendapatan yang seperti ini memang cukup stabil ketimbang mendapatkan buruan besar, namun fakta bahwa itu mudah habis jika dipanen secara berlebih membuatnya sulit, jadi aku hanya mengambil seperlunya saja.

            "Aku pulang."

            "Selamat datang kembali."

            "Selamat datang kembali~!"

            "Selamat datang kembali!"

Saat kami kembali ke gua, Nina dan anak-anak menyambut kami. Mendengar limpahan sambutan yang ramai, aku pun tersenyum.

Kemampuan belajar anak-anak benar-benar membuatku terkejut. Walaupun kami pindah ke gunia ini belum terlalu lama, mereka sudah mulai menghafal ungkapan sederhana.

            "Kau masih belum bisa menangkap buruan besar juga hari ini, ya?"

            "Ya..... maaf."

            "Bukannya aku sangat keberatan....."

Mengambil hasil buruan dariku, Nina segera memasukkannya ke dalam guci.

            "Sungguh, bukannya lebih baik kalau aku ikut bersamamu?"

Mendengar pertanyaan Nina, aku pun mengeluh.

Memang benar, keefisienan berburuku akan meningkat drastis kalau dia ikut.

Pada dasarnya, Elf adalah anak-anak hutan.

Mereka mampu merasakan makhluk hidup jauh lebih tajam ketimbang makhluk liar manapun dan bahkan mampu membuat resah serangga, belum lagi mereka bisa menjebak buruannya dengan menggunakan pepohonan di sekitarnya. Kalau aku pergi bersamanya, bahkan kemampuan berburuku yang payah ini akan bisa meningkatkan keberhasilan tiap kali percobaannya.

            "Aku ingin mencobanya sedikit lebih lama lagi bersama Ai. Aku juga ingin kau menangani tempat ini sedikit lebih lama lagi."

Biarpun begitu, aku punya alasan kenapa tak ingin membawa Nina.

            "Tolonglah lindungi anak-anak."

            "Aku tak punya banyak pilihan, bukan?"

Nina pun menyetujuinya, meski mengembungkan pipinya karena tak senang.

Dia dan akulah satu-satunya yang mampu berbuat sesuatu jikalau pemukiman ini diserang.

Aku akan merasa cemas kalau kami berdua pergi.

Walaupun takkan kenapa-napa saat aku mengajak Ai berburu, sebab sekarang ceritanya lain lagi karena ada 8 anak-anak lainnya yang mesti dipikirkan. Belum lagi kenyataan bahwa dua di antaranya masih bayi.

            "Sihirnya Ai juga terus-terusan meningkat, jadi seharusnya sudah cukup lebih baik."

Selama kita semua bisa tetap hidup, semuanya akan meningkat dan jadi makin baik.

Setidaknya, itulah yang kuyakini. Demi itu, aku sama sekali tak boleh membiarkan anak-anak ini mati dengan mudahnya karena mereka mungkin bisa mudah sekarat bahkan di saat-saat terbaik sekali pun.

            "Bagaimana kalau kita mulai pelajaran hari ini?"

Saat kuberkata begitu, semua anak-anak mengangkat tangannya dan berteriak gembira.

Mungkin karena seselesainya pelajaran aku memberi mereka buah beri, tapi pada dasarnya mereka semua sangat bersemangat untuk belajar. Fakta bahwa adanya Ai, seorang gadis yang belajar sihir dariku, mungkin juga mempunyai peranan besar. Beberapa orang dengan tekun mempelajari kata-kata baru dari Nina bahkan selama aku tidak ada di sini, bahkan ada anak yang berhasil menggunakan sihir sederhana.

            "Mentor! Api, muncul!"

Seseorang yang meningkat paling cepat di antara mereka adalah seorang anak muda bernama Ken.

            "Oooh, kerja bagus! Kau mengagumkan, Ken."

Bisa dibilang kalau dia terlihat sedikit lebih muda dari Ai.

Walaupun tingkat pemahamannya tak sejenius Ai, dia masih terbilang cukup cepat. Dia menerima semua yang kuajarkan padanya secepat yang bisa kutunjukkan padanya. Konsep [Energi] kelihatannya sangat sulit untuk dipahami mereka, anak-anak selain Ken juga bisa melakukannya dengan baik jika hanya sedikit menggerakkan daun.

Selagi anak-anak belajar dengan bersemangat, permasalahannya adalah orang-orang dewasa.

Walaupun dikarenakan kesibukan mereka yang harus berburu, mereka sama sekali tak berusaha mempelajari kata-kata apa pun, apalagi sihir.

Terusng terang saja, saat ini sihir tak terlalu berguna. Walaupun berbeda bagi orang yang mampu menanganinya dengan terampil seperti Nina, bahkan tingkatan sihirnya Ai pun tidak bisa dugunakan untuk banyak hal. Jikalau itu adalah sesuatu seperti menggemeresikkan pepohonan, seorang pria atau satu lenganku saja sudah cukup untuk melakukannya. Sihir apinya juga tak mampu membakar kayu bakar. Satu-satunya yang bisa menghasilkan api yang mampu menyalakan hal-hal lainnya hanya aku dan Nina.

Namun bukan seolah-olah mereka berusaha menghalang-halangiku untuk mengajari anak-anak, tapi setidaknya aku ingin mereka belajar berbicara.

Aku sudah meminta Ai untuk mengajariku bahasa yang dipergunakan mereka, tapi itu tidak begitu berguna.

Bagaimana cara bergerak saat pergi berburu, apa yang mesti dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana melakukan hal-hal yang spesifik.... kalau mereka tak mengumpulkan pengetahuan semacam itu, maka bagaimanapun juga, tidak ada artinya aku mengajari mereka bahasa.

Mereka semua hidup bersama dan kebanyakan saling berbagi, itulah sebabnya isyarat-isyarat sederhana saja sudah cukup untuk mereka. Dari awal, mereka tidak punya alasan menggunakan kata-kata untuk menjelaskan berbagai hal tersebut pada orang lain.

Yah, bukannya aku memahami seluruh seluk-beluknya dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan, aku belajar apa yang mereka ketahui juga mungkin tidak banyak gunanya. Perawakanku sangat berbeda dari mereka. Kalau aku, seseorang yang bukan manusia, menjalani hidup dengan cara yang sama seperti mereka, aku mungkin tak mengalami hal-hal yang sama.

Kerena itulah, sekali pun aku ingin mereka belajar bahasa, sesuatu yang mungkin bisa membuat mereka mengobrol dengan orang-orang yang mempunyai beberapa nila-nilai yang berbeda, aku belum sanggup menyampaikan seberapa bergunanya bisa menggunakan bahasa pada mereka karena mereka belum mengetahui bahasa.

            "Api! Muncullah! Api! Muncullah!"

Saat aku tenggelam dalam pikiranku, Ken dengan senangnya menyalakan dan mematikan api. Kalau dipikir-pikir, aku juga terus bersenang-senang dengan api yang keluar dari mulutku tepat setelah aku bereinkarnasi ke dunia ini, bukan?

Anak-anak senang bermain dengan api.

            "Ken, walaupun itu tidak panas, kau seharusnya jangan......"

Kau seharusnya jangan terlalu banyak bermain dengan api.

Saat aku hendak menegurnya, aku terkejut.

Api yang dibuatnya jauh lebih panas ketimbang biasanya.

Kalau api yang dibuat Ai seperti air hangat, maka miliknya pasti lebih seperti air panas.

            "Ken?! Bagaimana kau melakukan itu?!"

Secara spontan aku berteriak begitu, membuat Ken ketakutan saat dia mematikan api.

            "Maafkan aku, aku bukan marah. Tidak apa-apa. Bisakah kau mencoba menyalakan api-nya lagi?"

Mengangguk, Ken pun dengan penuh rasa takut menyalakan apinya lagi. Apa yang muncul di atas telapak tangannya tidak berbeda jauh dengan apa yang Ai ciptakan.... tidak, sebenarnya suhunya agak rendah.

            "Hah? Bisakah kau membuat api yang sama seperti yang tadi?"

Saat aku bertanya begitu pada Ken, dia terlihat kesulitan.

            "Kenapa......? Apa dia seperti kehabisan MP atau semacamnya.....?"

Walaupun sampai sejauh ini aku tak begitu mengkhawatirkannya, aku tidak pernah breanggapan bahwa sihir adalah sesuatu yang bisa digunakan tanpa adanya semacam bayaran. Mungkin menggunakan tekad, mana, atau yang serupa dengan bahan bakar.

            "Bukannya karena dia sekarang tidak mengatakan ‘api, muncullah’?"

Sindir Nina sembari terus membersihkan sisik-sisik ikannya dengan pisau batu saat aku tengah berpikir keras.

            "Tidak, mana mungkin.... sebegitu.... sederhananya?"

Setengah meragukan diriku sendiri, aku pun mendesak Ken untuk mencoba melakukannya.

            "Api..... api, muncullah!"

Api pun muncul dari telapak tangan Ken saat dia meneriakannya dengan penuh semangat.

Itu bukan hanya ilusi yang terbentuk oleh panas dan cahaya, melainkan api sesungguhnya.

            "Begitu, ya.... jadi begitu?"

Mengapa aku tak menyadari sesuatu yang sesederhana itu?

            "Mantera sihir."

Kelihatannya selama ini kita sudah mengabaikan bagian mantera.

⟵Back         Main          Next⟶




Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 10 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

1 komentar: