Sunday, April 1, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 14 Bahasa Indonesia


Chapter 14 – Trance Labyrinth ②




Usai meninggalkan istana kerajaan, kami pun pergi untuk melihat-lihat distrik perdagangan terbesar kerajaan.

Tempat tersebut sungguhlah ramai. Ada sejumlah banyak toko-toko yang dipenuhi oleh para pelanggan, kelihatannya tempat tersebut berkembang dengan cukup baik.

Di antara semua toko, yang paling menonjol adalah toko yang menjual senjata dan armor.

Ada rumor yang mengatakan kalau para Pahlawan yang dipanggil oleh kerajaan berhasil mencapai lantai 51 Rigal Den, dan berhasil kembali dengan selamat.

Keberadaan Rumah Monster juga kelihatannya sudah banyak diketahui. Para petualang terampil yang saling berkumpul pun bersiap-siap untuk pergi ke Rigal Den.

Tujuan mereka sudah jelas. Kalau mereka berhasil melewati lantai dungeon yang bahkan tak bisa dilewati oleh para Pahlawan tersebut, mereka bisa bekerja untuk kerajaan. Tujuan sederhana itulah yang membuat keramaian ini.

            "Di sana benar-benar ada berbagai macam barang, ya!"

Shuri melihat-lihat berbagai macam barang yang dijual, matanya yang berkilauan bergerak dengan cepat dari satu barang ke barang yang lainnya.

Aku heran, apa para perempuan itu memang sangat suka berbelanja?

            "Daichi! Kalau ada waktu, nanti kita lihat-lihat lagi!"

            "Iya, boleh, boleh. Lagian kita punya uang, kok. Juga, ada sesuatu yang ingin kau beli, ‘kan?"
            "Ya!"

Banyak para petualang pastinya banyak laki-laki.

Dengan kata lain, saat seseorang berjalan bersama seorang pelayan cantik, banyak orang yang melirik padaku. Bahkan ada juga orang yang mencoba memerasku dengan menjual bunga dengan harga yang sangat mahal.

            "Hei, kau yang di sana. Kau punya wanita yang cukup cantik, ya? Bagaimana kalau kau membiarkanku me—?!"

Aku terus terprovokasi.

Membalas balik provokasinya yang terang-terangan, kulucuti semua barangnya yang kelihatan berharga. Tampangnya pun kelihatan hebat.

Dia terus-terusan memohon ampun, tapi aku pura-pura tak mendengarnya. Kalau mau diampuni, dia seharusnya tak berbuat begitu. Dia harusnya bersyukur hanya itu yang kulakukan padanya setelah apa yang diperbuatnya pada wanitaku.

            "Daichi, kita sampai"

            "Oh, jadi ini Guild Petualang....!"

Hamakaze dan aku pun tiba di Guild Petualang. Inilah tujuan awal kami.

Saat kami memutuskan untuk pergi ke dungeon selanjutnya, kami akan meninggalkan kota dalam dua hari lagi.

            ".... Oooh"

Kuserukan kekagumanku. Saat melewati pintu, aku bisa melihat seberapa besarnya bangunan itu.

Dengan ruangan yang luas nan panjang, ada sebuah tempat bar kecil jauh di bagian dalam.

Ada counter kayu yang terbagi jadi tujuh tempat, masing-masing dari counter-nya mempunyai jendela tersendiri. Masing-masing counter-nya juga mempunyai tugas tersendiri. Mulai dari sisi kanan, ada Pendaftaran, Penerimaan Quest, dan Penerimaan Pembayaran, masing-masing dari counter tersebut mempunyai dua jendela.

Tapi kali ini, akan kuabaikan semua itu.

Tujuanku adalah counter terakhir—Penjualan Informasi.

Kuberitahu mereka informasi apa yang kubutuhkan.

Informasi yang kuterima adalah mengenai dungeon tertentu.

Kelihatannya dungeon itu baru saja diselesaikan sampai lantai 27. Untuk seberapa cepatnya..... sangatlah lamban, sungguh.

Berjalan sangat lamban karena dungeon tersebut serupa dengan labirin yang perlu mengambil jalur kecil yang rumit supaya bisa mencapai tiap tangganya.

Apalagi tembok dan lantainya seperti cermin kristal, sehingga mudah untuk tersesat.

Makanya, dungeon tersebut dinamakan Trance Labyrinth.

Usai membeli peta labirin dan berbagai pasokan yang kami perlukan, kami pun menghabiskan sisa waktu luang kami untuk melihat-lihat distrik perbelanjaan seperti yang sudah dijanjikan.

Kami melihat-lihat toko pakaian, buku-buku, sayur-saryuran, kios makanan, restoran, toko umum, bahkan penjual budak.

            "Daichi! Gimana menurutmu buat yang satu ini?"

Apa yang Shuri tunjukkan saat keluar dari ruang ganti adalah gaun orange yang dikenakannya.

Kepolosan adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiranku saat melihatnya.

Dia jadi terlihat lebih pendek dari biasanya yang menjadi salah satu poin bagusnya. Daya tariknya yang polos pun bertambah karena dia memilih pakaian seperti gaun ini.

Gaun tersebut hanya terdiri dari satu warna saja, tapi karena warnanya sedikit gradien, jadinya tak mempunyai keseimbangan yang buruk.

Dia berputar-putar di tempat dan mengibarkan kelimannya, membuatku bisa sedikit mengintip kaki putihnya yang ramping.

Astagfirullah. Astagfirullahaladzim.

Memaksa diriku untuk menengadah, hal pertama yang kulihat adalah tulang selangkanya, diikuti dengan leher kurusnya, lalu wajah kekanak-kanakkannya..... dia menatapku, sedikit memiringkan kepalannya. Sedikit keringat membuat wajahnya berkilau mempesona.

Duh, dia manis sekali.

            "Daichi?"

            "..... Bukan apa-apa"

            "Tapi kenapa kau tiba-tiba duduk? Apa kau terluka?"

            "T-Tidak! A-Aku cuma lagi tak ingin berdiri saja"

Kumohon jangan tanya kenapa.

            "B-Begitu, ya?"

Untungnya, Shuri kelihatannya tak ingin bertanya lebih lanjut lagi.

            "Sudah beli yang itu saja. Cocok banget, kok. Lihat, harganya juga pas"

            "Ya! Aku akan membelinya!"

Shuri pun belari ke counter untuk membelinya.

Dan entah bagaimana, aku pun berhasil menjaga harga diriku sebagai seorang lelaki.



            "Aah! Hari ini sangat menyenangkan!"




Setelahnya, kami pun berkeliling untuk lanjut melihat-lihat, makan, dan usai berkencan dengan baik, kami pun kembali ke penginapan.

            "Menyenangkannya"

Aku diseret kesana-kemari melintasi kota dan sungguh melelahkan, tapi usai mendengar Shuri yang begitu menikmatinya, aku tak merasa rugi.

            "Biar begitu, kau kebanyakan cuma mengobrol bersamaku, apa kau yakin cuma ingin itu saja?"

Ujung-ujungnya, hanya satu gaun itulah yang kubelikan untuknya.

Selain itu, kami hanya berjalan-jalan sembari mengobrol.

            "Yep! Aku yakin seyakin-yakinnya!"

            "Kau tak perlu sungkan kalau ada yang kau inginkan. Kau sangat membantu saat di dungeon"

            "..... Daichi, perempuan itu bukan hanya ingin membeli banyak barang saja"

Kayaknya aku membuatnya marah. Dia terlihat cemberut.

            "Bukan begitu, tapi aku minta maaf kalau berkata sesuatu yang salah"

            "Kau tak perlu minta maaf. Dengarkan saja aku baik-baik, ya?"

Shuri menggenggam tanganku.

            "Perempuan itu suka kalau berada didekat orang yang disukainya, merasakan kehangatannya, menghabiskan sepanjang harinya bersama dengan orang yang dicintanya.... hanya itu saja sudah membuat kami bahagia"

            "........"

Genggamannya semakin erat. Pipinya memerah. Tapi, itu bukan karena matahari sore.

Dia mungkin malu.

Aku juga malu.

Rasanya seperti semakin panas.

Jantungku berdegup kencang.

Rasanya aku benar-benar bisa menatap matanya selamanya.

⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 14 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

3 komentar

April 2, 2018 at 7:15 PM delete

bantai min...gassss terosssss

Reply
avatar
June 25, 2019 at 4:46 PM delete

Gaun yang dibeli sama yang di cover emang beda ya?

Reply
avatar