Sunday, April 8, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 04 Bahasa Indonesia


Chapter 04 – Napas Naga


Tiap kali kumengeluarkan napas, sebuah karunia keluar.

....... Sungguh.



Keesokan harinya.

            "Pagi....."

Ucap Nina sembari menggosok mata kantuknya, mulutnya terbuka lebar karena menguap.

            "Selamat pagi."

Bersikeras untuk tak melihat tubuh telanjang bulatnya, kubalas balik sapaannya.

            "Masih ngantuk, nih..... kau sangat berisik semalam......"

            "Maaf."

Mengeluh, dia pun mengulurkan lengannya, dan goyangan pepohonan saat mencondongkan dedaunan ke arahnya pun meneteskan embun pada telapak tangannya. Sesudah membasuh wajahnya, hembusan angin pun menyeka sisa air di wajahnya. Lalu, sutra yang sebelumnya dilontarkan ke cabang pohon pun melayang dan menyelimuti tubuhnya Nina, dan berubah menjadi pakaian.

Seperti biasa, sihir memang mengagumkan.

Supaya memudahkan, kuputuskan untuk memanggilnya ras Elf, karena mau itu kemampuan, gaya hidup, atau karakteristik fisiknya sangatlah berbeda dari desain yang dikeluarkan oleh Tolkien, seorang novelis abad ke 20—bahkan mereka pun berbeda dari berbagai Elf yang terdapat dalam mitologi Nordik, álfr.

Rasanya mungkin lebih tepat untuk memanggil mereka dyrads atau nymphs, tapi aku juga tidak harus menyesuaikannya dengan mitologi Bumi. Lagian, dia hidup di dunia ini dan juga merupakan eksistensi dunia ini.

            "Jadi, yang kau pikirkan itu apa? Akademi?"

            "Benar. Aku ingin kau membantuku untuk membangunnya, Nina."

Sembari mengikat rambut emasnya dengan helaian rumput, dia menanyaiku soal apa yang kupikirkan semalam.

Aku mengangguk—bantuannya sangatlah penting buat akademi yang kubayangkan.

            "Aku sih, sama sekali tidak keberatan."

Hidup Elf kelihatannya sangatlah monoton.

Karena alasan itu juga lah dia berhubungan dengan naga aneh sepertiku ini. Meski kupikir itu artinya dia juga bisa hidup tanpa harus bekerja.

            "Tapi yang jelas, akademi itu apa?"

            "Akademi ialah tempat di mana kau tinggal dalam waktu yang lama, tempat untuk mengajar para pemuda mengenai dunia. Orangtuamu juga mengajarimu soal dunia, ‘kan?"

            "Yah.... begitulah."

Dia pun mengangguk sembari memiringkan kepalanya ke samping saat mengingat masa lalunya.

"Manusia adalah ras yang jauh lebih muda ketimbang ras-mu. Saat tiba di mana mereka membutuhkan sesuatu untuk bertahan hidup, mereka tidak mengetahui apa-apa. Jadinya, aku akan membangun akademi sihir, dan mengajari mereka sihir."

            "..... Sihir?"

Sihir merupakan kata lain yang tidak ada dalam bahasa Elf. Nina mengatakan kembali padaku kata yang kuucapkan dalam bahasa Jepang.

            "Nina, caramu memanipulasi pepohonan juga termasuk sihir"

            "Eh—"

Matanya terbelalak karena terkejut.

            "Kau bilang, mengajarkannya.... tapi bagaimana?"

Dia kelihatan seolah tak tahu bagaimana cara melakukannya.

            "Nina, bagaimana cara kau melakukannya?"

            "Bagaimana......?"

Berkata begitu, Nina melihat pada sebuah pohon dan mengulurkan tangannya ke arah pohon tersebut.
Pohon tersebut pun bergemeresik dan menempatkan ranting pada telapak tangannya, hampir serupa seperti dia memberikan perintah untuk [Bergoyang], seperti yang mungkin bisa diperintahkan pada seekor anjing.

            "Seperti itu."

Nina yang kesusahan pun mengerutkan alisnya. Dia tidak bisa memberikanku penjelasan yang lebih detail lagi.

Begitu, ya. Jadi bagi dia menggerakkan pohon itu bagaikan menggerakkan anggota tubuhnya sendiri.

            "Kau sendiri pasti akan bingung kalau aku tanya bagaimana caranya kau bernapas api, ‘kan?"

            "Ah. Jadi itu juga sihir."

Saat aku memikirkannya, sekarang sudah agak jelas. Bernapas adalah sesuatu yang dilakukan untuk mengambil oksigen, tapi bagaimana aku bisa melakukannya kalau paru-paruku dipenuhi dengan api? Itu tidak mungkin. Jadi sudah jelas, kalau itu juga adalah sihir.

Namun dia ada benarnya juga. Aku tidak mampu menjelaskan padanya bagaimana caranya aku bisa mengeluarkan napas api. Buatku itu sama halnya dengan bernapas biasa. Bahkan aku sendiri tidak merasakan panasnya. Meski fakta itu sendiri kerap kali membuatku lupa kalau aku ini bernapas api.

            "Nina. Bisa kau gerakkan tanganmu tanpa harus menggerakkan pepohonannya?"

            "Tentu."

Saat aku kepikiran sesuatu dan menyuruh Nina untuk mencobanya, dia pun segera menggerakkan tangannya. Sudah kuduga, tindakannya sendiri bukanlah persyaratan untuk menggerakkannya. Artinya, aku juga seharusnya bisa bernapas api atau tidak bernapas api.

            "Kali ini bisakah kau coba untuk menggerakkannya?"

            "Tentu."

Kali ini, Nina hanya menatap pepohonannya tanpa mengubah sikapnya.

Ranting pohon pun menggeliat-geliut, bregoyang ke atas dan ke bawah.

            "Apa ada hal lain yang kau lakukan?"

            "Eng, aku.... membayangkannya?"

Jadi semuanya itu soal penggambaran, ya? Ayo kita coba.

Kupejamkan mataku dan membayangkan diriku sebelum bereinkarnasi, saat tubuhku masihlah manusia.

Sebuah badan dengan dua kaki. Punggung tanpa sayap. Leher yang tegak.

Kutarik napas secara perlahan-lahan, udara pun menerjang memenuhiku.

Lalu, sembari tetap membayangkannya dalam benakku..... kuhembuskan napas.

            "Kyaah?! Apa yang kau lakukan?!"

            "Ah! Maaf!"

Panik, aku mengeluarkan napas api yang mulai menyebar ke pepohonan.

Kelihatannya tak bisa dilakukan semudah itu.

***

Gemertakan kayu bakar pun membuat suara letusan kecil.

            "Jadi kau makan daging, ya....."

            "Hmm? Apa kau bilang sesuatu?"

Nina yang tengah menggigit daging rusa panggang pun begitu menikmati cita rasanya.

            "Kau tidak berpikir kasihan atau semacamnya, ya?"

            "Hah?"

Mendengar pertanyaanku, Nina pun memiringkan kepalanya ke samping dan menjawab seolah aku baru saja mengatakan sesuatu yang aneh.

            "Ah, maaf. Bukan apa-apa, kok."

Kurasa itu tanggapan yang normal? Itu hanyalah pemikiran yang cuma dimiliki oleh perhimpunan yang banyak. Tapi sungguh terasa seperti mimpi saja melihat seorang Elf jelita yang menyantap potongan besar daging panggang dengan rakusnya.

Biarpun aku bilang begitu, tapi aku ini bahkan lebih buruk dalam hal keduniawian.

Mempunyai tubuh naga bahkan mengubah seleraku, biarpun masih mentah tapi tetap enak.

Cairannya merembes keluar dari daging saat terbakar oleh api di tenggorakanku. Lezat sekali.

Sembari mengunyah daging rusa, aku memikirkan mengenai sihir.

Kelihatannya sihir di dunia ini bukanlah sesuatu yang memerlukan mantera ataupun gerakkan untuk mengaktifkannya. Sama halnya dengan pernapasan.

Menyamakan memanipulasi sesuatu dengan bebas dengan membayangkan tangan memanglah sulit.

Melihat bunga yang berhasil tak terbakar, menahan keinginanku untuk mengeluh.

Padahal aku sudah sampai bisa menggerakkan sayapku dengan bebas.

Aku tidak mempunyai sayap maupun ekor saat masih jadi manusia, jadi mereka sesuatu yang membuatku bingung saat aku lahir.

Tapi setelah beberapa tahun, aku pun sudah terbiasa. Bahkan saat ini aku sudah merasa nyaman. Aku sekarang bisa menggunakanya dengan wajar layaknya menggunakan tanganku.

.... Hmm?

Tiba-tiba aku mempertanyakan pemikiranku sendiri.

..... Apa ini benar-benar seperti membayangkan menggerakkan tangan?

Kini, aku mempunyai sayap sehingga aku bisa terbang tinggi di langit, sisik-sisik yang melindungi tubuhku, dan taring yang membuatku bisa mengunyah utuh rusa.

Kalau memang begitu.....

Bukankah ada beberapa organ dalam tubuhku juga yang membuatku bisa bernapas api?

Sekali lagi kupejamkan mataku.

Kali ini, aku membayangkan diriku bukan sebagai manusia, melainkan sebagai naga.

Di mana sumber apiku?

Di tenggorokanku?

Bukan. Daging rusa yang kumakan sebelumnya bahkan terbakar setelah melewati tenggorokanku.
Kalau begitu, apa di paru-paruku?

Tapi biarpun aku berhenti bernapas, api masih keluar berkelap-kelip dari mulutku.

Kalau begitu.... apa di dalam perutku? Saat aku berpikir begitu, aku merasakan sesuatu yang aneh.
Rasanya ada sesuatu yang panas di dekat perutku.

Membayangkan untuk menghalanginya, aku pun menunduk dan menghembuskan napas.


Bunga-bunga yang bemekaran di hadapanku pun berkibar, tidak ada api yang terlihat.


⟵Back         Main          Next⟶






Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 04 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh