Tuesday, April 10, 2018

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 05 Bahasa Indonesia



Chapter 05 – Pengorbanan


Semenjak zaman dahulu kala,

karunia diberikan pada pria yang terkutuk.

Terkutuk karena karunia tidak bisa dikembalikan.



            "Aku berhasil! Lihat nih, Nina!"

Melihatku yang kesenangan akan sesuatu, Nina pun menatapku dengan aneh.

            ".... Apa yang kau lakukan?"

            "Dilihat saja kau pasti tau, ‘kan?"

Mataku masih terbelalak karena terkejut, kutunjuk kakiku menggunakan salah satu kaki depanku.
Ada jarak beberapa senitemeter antara kakiku dan tanah.

            "Saat ini aku tengah terbang!"

            "Tapi semenjak aku bertemu denganmu, bukannya kau ini sudah bisa terbang?"

            "Asal kau tahu saja, ya.... yang saat ini aku lakukan adalah melayang"

            "Memang apa bedanya?"

Terus terang saja, aku bingung bagaimana cara menjawabnya. Tidak ada ungkapan untuk membuat perbedaan yang mudah dalam bahasa Elf.

            "Maksudku..... coba lihat, aku masih ada di tempat yang sama meski tanpa mengepakkan sayapku, ‘kan? Aku ini bukan terbang seperti burung, melainkan hanya mengapung di udara seperti daun di kolam."

            "Memang apa bagusnya itu?"

Pertanyaannya yang simpel membuatku kehilangan kata-kata.

Andai harus kupilih antara bagus dan mengagumkan, yang kulakukan saat ini sangatlah mengagumkan.

            "Ini sihir, Nina. Ini juga sihir."

Aku tidak tahu betul berapa beratnya tubuh naga, tapi setidaknya ada satu hal yang pasti.

Daya angkat yang ditimbulkan sayapku pastinya tidaklah cukup untuk menyokong tubuhku yang begitu besar.

Aku ini masih terbilang muda sebagai naga, namun setidaknya tubuhku ini dua kali lebih tinggi dari Nina. Kalau dihitung sampai ujung ekorku mungkin sekitar 3 meter.

Jadinya aku ini sangat jauh lebih besar ketimbang burung, apalagi ibuku yang sepuluh kali lebih besar dariku. Secara logika, mana mungkin makhluk seperti kami bisa terbang.

Karena aku bisa melakukan sesuatu yang tidak mungkin, maka pasti ada kaitannya dengan sihir.

Dan harapanku pun tepat sasaran.

            "Bukannya tadi kau senang karena bisa tidak menggunakan sihir?"

            "Itu buat api. Lihat, aku sama sekali tidak mengeluarkan napas api lagi?"

Aku pun dengan hati-hati menghembuskan napas ke arah Nina.

            "..... Ya.... k-kelihatannya kau memang berhenti bernapas api....."

            "Ma-Maaf!"

Napasku membuat Nina gemetaran dan rambutnya pun jadi berantakan, aku pun langsung meminta maaf.

"Terus kau akan mengajarkan yang namanya sihir itu?"

            "Ya."

            "Caranya?"

Diberi pertanyaan yang sama dia tanyakan semalam, tiba-tiba aku menyadari.....

—Aku sama sekali belum memecahkan permasalahan itu.

Semua yang sudah kulakukan ini hanya agar bisa menggunakan sihir saja.

            "Aku tidak tahu, aku menyerah."

Aku tersenyum masam, dan Nina pun menatapku dengan tajam.

            "Ada apa?"

            "Dasar aneh."

Nina mendadak mengalihkan pandangannya begitu dia menyadari bahwa aku menatap baliknya.

"Kau bilang menyerah, tapi kau sama sekali tidak terlihat bingung."

"Eh, tidak, aku benar-benar bingung, kok....."

            "Bohooong."

Nina menatapku kembali dan menunjuk mulutku dengan tersenyum polos.

"Dari semalam kau sudah menyeringai!"

Saat kusentuh mulutku karena dia mengatakannya, ternyata wajahku benar-benar tersenyum.

Ya... rasanya memang begitu.

            "Aku senang merasa bingung."

Di kehidupanku sebelumnya tidak ada sihir, jadi mana mungkin aku tidak kebingunan begini.

Bingung berarti ada masalah.

Ada masalah berarti ada kesempatan untuk melakukan berbagai percobaan.

Dan itu sangatlah mengagumkan!

            "Dasar aneh."

Pemikiranku ini tidak kuutarakan pada Nina, tapi sebagian besar dia mampu menebaknya hanya dengan melihat seberapa senangnya diriku dan mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya.

Eskpresi Nina mendadak jadi serius saat dia berbalik.

            ".... Ada sesuatu yang datang."

Aku penasaran apa persepsinya Nina juga termasuk sihir? Persepsinya cukup tajam sampai bisa menemukan seekor kelinci yang bersembunyi di dalam semak-semak.

Walaupun persepsi naga sangatlah tajam ketimbang manusia, aku hanya bisa menyadarinya sampai mereka hampir datang.

            "Kalian....."

Orang-orang yang datang adalah manusia yang pernah kucoba ajak berbicara beberapa hari lalu.

Kedua pria tersebut adalah orang yang melontarkan tombak padaku dan seorang gadis yang kutemui saat mendarat tepat di depannya. Aku bukan tipe orang yang bisa mengingat dengan baik wajah orang-orang, tapi ingatan naga sungguhlah hebat.

Aku bahkan bisa mengingat wajah-wajah mereka meski hanya baru sekilas melihatnya.

Dari rupanya, usia para pria tersebut antara 30 dan 40-an. Tubuh mereka kekar, tapi tidak terlalu tinggi. Hanya sedikit lebih tinggi dari Nina, jadi mungkin sekitar 160 cm lebih?

Mereka tentunya terlihat sebagai seorang prajurit dengan tombak dan pakaian bulunya, tapi kelihatannya mereka tak berniat menyerang. Untuk berjaga-jaga, aku menempatkan Nina di belakangku. Aku menatap mereka untuk melihat apa yang akan mereka perbuat.

Kedua pria tersebut pun mendadak berlutut, membiarkan si gadis berdiri.

 [Menyerahkan.]

Singkat, namun kata tersebut jelas mempunyai artian tertentu.

Lalu, keduanya pun berdiri dan meninggalkan si gadis saat mereka berlari menjauh.

            "Uhh....."

Ditinggalkan, si gadis pun menengadah padaku sembari gemetaran.

Gadis tersebut bahkan lebih muda dari Nina. Usianya sekitar 10 tahunan.

Rambutnya hitam, berkulit kuning, dan fitur wajah yang sederhana, dia terlihat seperti orang Jepang yang kuketahui.

Walaupun di era ini belum ada pakaian yang rinci, rambutnya dihiasi dengan bunga dan kalung yang dikenakannya terbuat dari batu pirus. Tentunya, dia dihiasi karena suatu alasan.

            "Bukannya.... ini....."

            "Pengorbanan."

Nina mengucapkan dengan keras kata yang kupikirkan.

            "Aku penasaran apa kita bisa mengembalikannya......."

            "Meski aku tidak marah sekalipun....."

Saat itu aku senang bisa melihat manusia untuk kali pertamanya, tapi kalau dipikir-pikir..... aku turun dari langit dengan api dan raungan keras dari mulutku.

Tak ada yang bisa kuperbuat kalau mereka berpikir aku ini marah.

            "Jangan khawatir, aku tidak akan memakanmu."

Aku berbicara pelan-pelan agar bisa menenangkan gadis yang gemetaran tersebut.

            "Namamu.....?"

Oh, dia pasti tidak mempunyainya, ‘kan? Bagaimanapun juga, mereka masih belum mengembangkan bahasa untuk saling berkomunikasi.

            "Benar. Ai. Mulai hari ini, namamu adalah Ai."

Nama yang pendek dan mudah diucapkan seharusnya bisa memudahkan anak kecil untuk belajar.

            "A-i....."

Ai yang bingung pun berkedip saat aku memanggil namanya beberapa kali sebelum meniruku dengan canggung.

            "Senang bertemu denganmu, Ai. Kalau kau mau—"

Dengan kemampuanku dan Nina, seharusnya tidak ada masalah dengan kehidupan sehari-hari kami kalaupun harus mengurus orang lain.

Tapi yang lebih terpenting, pertemuan kami ini mungkin bisa menjadi hal yang bagus.

            "Maukah kau menjadi murid manusia pertamaku?"



⟵Back         Main          Next⟶




Related Posts

Hajimari no Mahoutsukai - Volume 01 - Chapter 05 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh