Tuesday, April 10, 2018

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 01 Bahasa Indonesia



Chapter 01




Suatu ruangan yang dipenuhi dengan bau darah.

Sosok seseorang yang berteriak.

Suara lantang seorang pria muram.

Aku yang bingung memperhatikan pertunjukkan di hadapanku.

            "Hyaha! Sterilkan lukanya!"

            "Uwaaaaaaaaaah!"

Itu bukan seseorang yang disterilkan dengan api.

Ini hanyalah pensterilan luka seorang prajurit.

Hahaha. Terlihat seperti apa lagi?

            "Orang yang terluka diculik!"

            "Kyaaaaaaaaaah!"

Saat ini, orang bodoh ini—Noppo-san, sebenarnya bukan menculik orang, melainkan hanya membawa seorang wanita yang terluka. Tindakannya seperti bandit yang mencoba merampok dan juga menjualnya, jadinya aku enggak mengerti mengapa prajurit perempuan ini menangis.

*Orang tinggi kurus

            "Oi oi.... kenapa lenganmu ini? Kau tak mencoba menyembunyikannya dariku, ‘kan dasar babi sialan! Akan kurawat kau!"

            "Ma-Maaf!"

Situasi ini enggak aneh sama sekali.

Lagian, kalau kau tak merawat lukanya, nanti akan mudah terinfeksi.

Bukannya kita melakukan pemeresan, lo?

Tapi harus kukatakan, anak buahku memang hebat. Bahkan wanita yang menangis itu pun terdiam.

Walaupun kenyataannya, dia bungkam karena ketakutan.

Saat kumelamun, salah satu anak buahku menghampiriku. Itu Hyaha! Sekarang ekspresinya diwarnai dengan sedikit ketakutan saat dia menghadapku.

            "Wakil Ketua! Saya sudah melemparkan orang yang terluka ke tempat tidur! Jadi tenanglah!"

Hei hei, melempar orang yang terluka ke tempat tidur itu enggak baik.

Kau memintaku untuk tenang tapi bagaimana bisa aku tenang saat kau berkata begitu?

Di saat seperti ini, aku harus memarahi mereka dengan benar.

            "Kau, sudah berapa kali kubilang untuk menangani pasien dengan hati-hati! Kau juga sama, kalian berdua ini kagak berguna!"

            ""Maaf, Wakil Ketua!""

Ah, aku lupa. Namaku adalah Usato Ken, tapi semua orang memanggilku Usato atau Wakil Ketua.

Aku juga seorang pahlawan yang dipanggil ke dunia lain.

Kini aku adalah Wakil Ketua Pasukan Penyelamat dan kemampuanku adalah sihir penyembuhan.

Aku sangat senang bekerja di posisi ini dengan tetap tersenyum......

            "Haa......"

Di dunia asalku, aku adalah seorang siswa SMA biasa, tapi mengapa aku sekarang berada di sini dan melakukan tugas dengan senang...... itulah awal dari kemalanganku

***

Hari itu adalah hujan yang lebat.

Pelajaran di hari tersebut pun sudah usai dan aku tengah berjalan untuk pulang saat hujan mulai lebat.

Payungku ketinggalan di rumah, jadinya aku hanya bisa memperhatikan orang yang belalu-lalang.

Tentunya, enggak akan ada seorang pun yang baik hati membawakan dua payung untuk teman sekelas mereka. Biar begitu, aku enggak ingin merasakan perasaan basah kuyup yang enggak mengenakkan, jadinya aku menunggu hujan reda.

            "Apa boleh buat. Aku akan berteduh lagi sebentar."

Lagian aku juga enggak terburu-buru dan aku juga enggak benci hujan.

..... Sudah 30 menit dan hujannya juga masih belum kelihatan mau reda. Dari pintu masuk sekolah, dengan enggak disengaja kumenghela napas.

Oi hujan, kalau terus begini aku akan membencimu.

Lalu, satu jam pun berlalu dan keadaan di sekitar sudah mulai mereda saat awan hujan menyebar di langit.

            "Yah, mungkin kagak bakalan makin gelap..... hmm?"

Dua orang yang ternama pun berjalan ke pintu masuk dari koridor.

Kalau aku enggak salah, mereka berdua itu..... orang-orang dari OSIS.

Cowok itu namanya adalah Ryuusen Kazuki, nama yang lumayan keren. Tinggi dan tampan, hampir seolah enggak punya kekurangan sama sekali; macam seorang protagonis dari galge. Ditambah lagi, dia juga Wakil Ketua OSIS serta teman sekelasku. Semua orang melihatnya sebagai manusia super yang nyaris sempurna.

Dibandingkan denganku, Usato Ken, yang hanya mencolok karena nama keluargaku..... perbedaannya bagaikan surga dan bumi saja.

            "..... Oh?"

            "Ada apa, Inukami-senpai?"

            "Bukannya anak itu dari kelasmu....."

Inukami Suzune. Seorang gadis berambut hitam yang nampak beribawa, ia adalah murid kelas tiga dan merupakan Ketua OSIS saat ini. Pintar, hebat dalam berolahraga, dan sangatlah cantik. Dikaruniai dengan otak pintar dan kecantikannya, ia sangat dikagumi oleh semua cowok di sekolah, dan populer juga di beberapa kalangan gadis yang mempunyai kesukaan khusus.

Kabarnya kalau dia pacaran dengan Ryuusen.

Gadis semacam dia tengah berjalan mendekat, dan bahkan menyadariku.

            "Kau tidak bawa payung?"

            "Eng, i.... iya..."

            "Begitu, makanya kamu lagi nunggu di sini. Tapi, sebentar lagi sekolahnya ditutup."

Sudah selarut ini, ya.

Kubuka teleponku dan melihat jam sembari was-was melirik ke luar.

Kayaknya masih lama sebelum hujannya benar-benar reda.....

Dalam benakku sempat terlintas untuk meminta orangtuaku menjemputku, tapi keduanya masih bekerja sehingga aku enggak bisa mengandalkannya.

Inukami-senpai menempatkan lengannya bersamaan, terlihat kesusahan.

            "Muu..... martabat OSIS akan terpengaruhi kalau aku membiarkanmu pulang basah kuyup begini."

            "Kalau begitu, senpai, bagaimana kalau kupinjamkan payungku pada Usato-kun? Aku punya satu payung lipat lagi jadi,"

Berkata begitu, Ryuusen pun menyerahkan payungnya dengan tersenyum.

Begitu, ya. Sifat macam ini pastinya akan jadi populer di kalangan para cewek di sekolah.

Dia satu kelas denganku dan biarpun ini obrolan pertama kami, bagaimana bilangnya, ya.... agak terasa nyaman. Aku juga agak terharu karena dia mengetahui namaku.

            "Terima kasih, Ryuusen-kun"

            "Alah, tidak perlu pake ‘-kun’ segala. Panggil saja aku Kazuki. Aku juga akan memanggilmu.... eng..."

            "Kalau begitu, panggil juga aku Usato."

Ada begitu banyak orang yang dipanggil Ken di sekolah kami.

Dengan begitu, enggak disangka aku berteman dengan cowok paling populer di sekolah dan bahkan sampai memanggil dengan nama depannya begitu saja. Besok, para penggemar ceweknya pasti akan mengarahkan tatapan haus darahnya padaku.

            "Kalau begitu, boleh aku juga memanggilmu Usato-kun?"

            "Aku sih, enggak keberatan."

Dalam hatiku, aku senang; orang cantik nomor satu di sekolah memanggil dengan namaku? Aku bisa mati dengan tenang sekarang.

Kupikir hari ini aku enggak beruntung, tapi malah sebaliknya. Pastinya enggak setiap hari seseorang bisa berteman dengan dua orang paling populer di sekolah.

Hujan, mantap jiwa kau, kalau mau, turun lagi saja yang lebat.

Ini semua berkat kau hingga kami bisa bertemu seperti ini.



Aku enggak yakin kalau kami berteman dengan baik atau Kazuki saja yang ingin semakin meningkatkan ketegangan, namun aku akhirnya diajak untuk pulang bersama mereka.

Hanya dalam sesaat, Kazuki sudah menggenggam erat hati dan perasaan orang luar sepertiku, tap baginya, dia hanya bersyukur bisa mendapatkan teman lainnya. Dan aku malah meragukan dan mengarahkan kepicikanku padanya.... dalam hati aku minta maaf dan meminta ampunannya.

Karena Inukami-senpai juga enggak keberatan, kuputuskan untuk menemani mereka.

            "Apa kau sudah memutuskan apa yang akan kau lakukan mulai dari sekarang hingga universitas?"

            "Belum, lagi pula aku masih kelas dua."

            "Senpai, bagaimana denganmu?"

            "Fufu, aku belum memutuskan apa pun, makanya aku penasaran dengan rencana orang lain."

Hujan terus-menerus mencucuri jalan saat kami berjalan.

Mungkin karena hujannya lebat, enggak ada mobil yang lewat.

Yah, dengan cuaca kayak gini pastinya kau tidak ingin pergi keluar, kurasa itu wajar.

Sembari berpikir dan mendengarkan suara gemuruh hujan, anehnya hatiku menjadi tentram. Apa mungkin, mereka berdua mengeluarkan ion-ion negatif? Dengan berpikir khawatir begitu, kuajukan pertanyaan pada Inukami-senpai karena penasaran.

            "Inukami-senpai, walaupun sudah kelas tiga, tapi masih belum memutuskan mau masuk universitas mana?"

            "Iya, aku belum memutuskannya."

            "Bukannya itu gawat?"

Memang enggak sopan sih, tapi aku mengatakan pemikiran jujurku. Inukami-senpai sudah kelas tiga SMA; kalau dia enggak segera memutuskan mau masuk universitas mana, dia mungkin enggak bakalan bisa masuk.

Mendengar jawabanku, senpai tersenyum kurang mengenakkan. Entah bagaimana, senyumannya itu enggak cocok dengan penampilan senpai yang berwibawa sebagai seorang ketua OSIS.

            "Memang benar sih, tapi aku belum bisa menemukan apa yang ingin kulakukan..... aku memang berkata begini, tapi saat aku menetapkan tujuanku, aku hampir segera bisa meraihnya. Rasanya ini bukan tempat untukku. Terkadang, aku suka berpikir begitu."

            "Senpai memang hebat ya, Usato."

            "Benar."

            "Eh tunggu, apa yang barusan kukatakan itu bukan sindiran, ya....?"

            "Aku tahu, kok!"

Ucapku, saat tukar pandang dengan Kazuki sembari tertawa.

Pipi Inukami-senpai memerah dan dia memalingkan wajahnya dengan marah.

            "Oh iya. Kazuki, apa kau sama Inukami-senpai itu pacaran?"

Aku bertanya tiba-tiba, untuk melihat reaksi mereka.

Keduanya pun menatap kosong dengan bingung.

            "Hah? Itu tidak benar, kok."

            "Benar, itu hanya kesalahpahaman para murid saja, kami sering bersama karena ada banyak pekerjaan OSIS."

Enggak disangka, padahal aku yakin kalau mereka beneran pacaran.

            "Ah bohong, iya ‘kan?"

            "Hahaha, kenapa aku mesti bohong?"

Eh, kupikir Kazuki akan lebih sulit buat didekati. Tapi ternyata dia orang yang begitu ramah. Saat kuutarakan pikiranku padanya, dia menjawab, "Aku tidak  ingin mendengar itu dari Usato."..... yah, aku mengerti. Lagian, biasanya aku hanya bicara dengan orang yang kukenal saja. Memikirkannya dengan cara begitu mungkin enggak akan ada gunanya, mungkin.

            "..... Suara apa itu?"

            "Eng?"

Selain diriku, ekspresi keduanya terlihat bingung dan terhenti. Saat kumenoleh ke belakang, mereka berdua memegang telinga mereka seakan mencoba mendengarkannya. Apa mereka mendengar sesuatu? Aku enggak dengar apa pun, tuh.

            "Ada apa?"

            ".... Usato, apa barusan kau mendengar sesuatu? Seperti GON."

            "Aku enggak dengar apa-apa, kok......."

            "Aku mendengarnya. Ini.... suara lonceng?"

Selain diriku, kelihatannya mereka berdua mendengarnya.

‘Suara lonceng’ begitulah kata Inukami-senpai, tapi di sekitar sini enggak ada bangunan apa pun yang akan memainkan suara semacam itu.

Belum lagi, suara hujan lebat menutupi semuanya; akan sulit buat mendengar suara lonceng berdering. Akan tetapi, mana mungkin mereka berdua salah dengar.

            "A-Apa kalian enggak apa-apa?"

Begitu kumendekati mereka, pola aneh muncul di tanah. Saat kulihat polanya, hal pertama yang kupikirkan adalah pola yang serupa dengan yang ada di video game.

            "Li-Lingkaran sihir?!"

Sebuah lingaran sihir, namun di dunia yang didominasi oleh sains, sesuatu semacam itu mana mungkin.....

Aku terkejut, tapi dengan cepat kembali tenang dan memutuskan untuk memastikannya sendiri. Pola di tanah dirangkai menjadi sebuah formasi, bersinar dengan cahaya yang berdebar.

Bukannya ini.... bukannya ini tipe perkembangan yang akan membawamu ke dunia lain?! Dalam situasi yang aneh ini, diam-diam kumenahan napas untuk mengantisipasi.

            "Kazuki, ba-bagaimana menurutmu soal dunia lain?!"

            "Eh, kau ini bicara apa sih, Usato!! Tapi yang jelas, apaan sih ini?! Apa seseorang sedang syuting?!"

Benar! Pada saat seperti ini, mengatakan sesuatu yang enggak bisa dipahami begitu, itulah yang biasanya akan kau jawab, maafkan aku!

            "Usato-kun, apa menurutmu di dunia lain ada semacam sihir, monster.... bahkan mungkin pahlawan?"

            "Rasanya aku akan sangat bisa berteman baik dengan Inukami-senpai."

Inukami-senpai adalah orang dari sisi ini!

Dia pasti seseorang yang membaca cerita fiski anak muda di internet.

Lingkaran sihir di tanah pun kembali hidup sekali lagi dengan cahaya gelap. Sebelum kubisa memahami apa yang terjadi, cahaya yang menyilaukan pun membuatku menutupkan mata dan merasa pusing. Tiba-tiba, kumerasakan perasaan melayang saat kesadaranku hilang.

***




Saat kuperlahan membuka mataku, tanganku menyentuh lantai keras yang dingin.

Kuangkat kepalaku, menggunakan satu sisi tubuhku untuk menopang diriku dari lantai. Lantai di hadapanku bukanlah jalan beton, melainkan lantai yang sedikit bersinar dengan kilauan yang halus.

            ".... Eng..... dimana—?"

Kulihat ke sekitarku; ini adalah ruangan perjamuan yang mewah. Ada beberapa orang asing yang berdiri di dekatnya dan di tengah-tengah mereka semua, seorang pria tengah duduk di kursi besar yang dipenuhi dengan dekorasi.

Begitu kubangun, saat ini kumencoba untuk berdiri. Dilihat dengan saksama, pria yang berada di tengah-tengah tersebut tengah duduk di atas sesuatu yang serupa dengan singgasana. Ia juga mengenakan pakaian kelas-atas bergaya barat; di kepalanya juga dirias dengan sebuah mahkota. Selain semua itu, para pria tua di sekitarnya mengenakan sejenis pakaian yang hanya bisa kau lihat dalam RPG.

Kupalingkan wajahku dan melihat orang-orang yang berpakaian seperti kesatria bebaris di sepanjang sisi, mengenakan jirah lengkap dengan pedang bergaya barat pada sarung yang menggantung di samping pinggul mereka.

            "Apa kau baik-baik saja, Usato?"

            "Kazuki, di mana kita?"

Kazuki yang berada di sampingku, kelihatan gelisah begitu dia memanggilku. Syukurlah, kelihatannya kita enggak terpisah. Karena Kazuki ada di sini, senpai mungkin ada di sini juga. Kumenoleh untuk memastikannya, dan Inukami-senpai tepat berada di sampingnya Kazuki.

Dia sudah bangun. Dia mendekat dan duduk di sampingku.

            "Aku tidak tahu. Tapi saat kuterbangun memang sudah ada banyak orang dengan penampilan aneh di sekelilingku."

            "Begitu, ya. Apa senpai enggak kenapa-napa?"

            "Aah, kamu tidak usah khawatir. Aku tidak apa-apa, kok."

Menyadari kami semua sudah terbangun, pria angkuh bermahkota itu pun bangkit dan menghampiri kami. Bukan karena keseriusan atau pandangan apa pun, melainkan karena kehadirannya lah yang membuat kami terkuasai.

            "Kelihatannya kalian sudah sadar."

Dia nampak seperti orang penting dan terhormat; apa yang diinginkannya dari kami? Begitu mataku perlahan berkeluyuran ke sekitar, Kazuki yang selalu waspada memberanikan dirinya untuk berbalik menghadap pria bermahkota tersebut.

            "Kau, siapa kau ini?"

            "Brengsek kau! Beraninya kau bertingkah tidak sopan terhadap Lloyd-sama!"

Pria yang berdiri di samping orang yang terlihat seperti raja kelihatannya adalah pelayannya, kelihatannya cara bicaranya Kazuki yang kurang sopan membuatnya gusar.

            "Tidak apa-apa. Wajar kalau kau bertanya begitu karena tiba-tiba dipanggil seperti ini. Tidak usah marah karena masalah kecil seperti itu, Gio."

            "Ta-Tapi.... Baiklah...."

            "Maaf. Pemimpin bawahanku memang terlalu ketat."

            "Ugh......"

            "Namaku Lloyd Bluegust Lyngle. Aku adalah Raja Kerajaan Lyngle."

Kerajaan Lyngle. Aku belum pernah mendengarnya, tuh.

            "Kelihatannya kalian masih bingung. Biarkan aku menjelaskannya. Kalian telah dipanggil ke Kerajaan Lyngle-ku sebagai seorang pahlawan."

            "Pahlawan?"

Kudengar suara pelan di sampingku yang diam-diam memekik ‘Pahlawan ada di sini!’, tapi aku ingin percaya kalau itu bukanlah suaranya Inukami-senpai. Kumohon jangan hancurkan kesanmu sebagai orang cantik yang keren, senpai. Aku sangat mengagumi kesanmu yang mulia itu!

Terlebih, kau ini tipe orang yang serius, Kazuki. Kumohon tahanlah dirimu dan jangan bertindak gegabah.

            "Benar, seorang pahlawan. Beberapa tahun silam, Raja Iblis telah dibangkitkan. Raja Iblis tak membuang-buang waktu dan terus memperluas pengaruhnya menggunakan pasukannya. Kerajaan kami bertekad untuk bertarung, tapi tak peduli seberapa putus asanya kami mencoba, kami bukanlah tandingannya pasukan Raja Iblis. Kami pun nyaris tak mampu untuk memukul mundur serangan sebelumnya, dan kemungkinan tidak akan mampu mengatasi serangan selanjutnya. Maka dari itu, kami pun terpaksa menggunakan langkah terakhir.... Kami memutuskan untuk melakukan teknik terlarang; pemanggilan pahlawan, untuk meminta pertolongan dari dunia lain."

Inukami-senpai, yang berada di sampingku enggak bisa tenang dan mondar-mandir dengan penuh semangat sembari menghentakkan kakinya.

Kesan senpai yang berwibawa pun mulai jatuh.

Tidak, malahan sudah hancur.

            "Apa ada persyaratan untuk pemanggilannya?"

            "Akan sangat gawat kalau secara tak sengaja memanggil orang yang salah ke dunia ini. Maka dari itu, formasi sihir itu sendiri membuat pemilihan. Saat kalian dipanggil, kalian mendengar suara lonceng, ‘kan?"

            ".... Oh iya, aku memang mendengarnya. Tapi kalau memang benar begitu, Usato....."

Kazuki melihat ke arahku. Kuyakin kalau ekspresi pada wajahnya itu adalah merasa bersalah karena membuatku terlibat.

Hanya para pahlawan terpilihlah yang bisa mendengar suara lonceng, dengan kata lain, karena aku enggak bisa mendengarnya, maka aku enggak memenuhi persyaratan.

Jadi, itu artinya.....?

            "Aku cuma keseret?"

Enggak ada hal lain lagi yang bisa kupikirkan...... tapi aku sih sebenarnya enggak keberatan? Biarpun enggak memenuhi persyaratan, aku sendiri ini masihlah bernilai. Aku ini orang yang sangat benci kalah!!

Mereka berdua menatapku saat aku bengong..... iya, iya, aku ngerti kok, kalau aku ini berada di tempat yang salah.

Memang kenyataan, kalau aku ini hanya keseret; rasanya retakan seperti muncul di hatiku. Saat kumenahan rasa sakit di dadaku ini, kumenyadari raja menatapku sebelum menutup matanya dengan sungguh-sungguh.

Ini gawat, aku akan diperlakukan sebagai orang tambahan tak berguna dan dibuang....

            "Jadi kau hanya keseret, ya.... sayangnya tidak mungkin untuk mengirimmu kembali karena kondisi pemanggilan pahlawan saat ini adalah satu arah. Bisa saja untuk memanggil seseorang tapi tidak bisa untuk mengirimnya kembali. Begitu pula dengan kedua orang di sampingmu.... aku sungguh minta maaf..... aku tak keberatan kalau kalian ingin mengutukku."

...... Mungkin, raja ini memang benar-benar orang yang baik?

Tidak.... Pemanggilan pahlawan—menyeret orang lain dari dunianya tanpa adanya jalan untuk kembali bukan sesuatu yang dilakukan orang yang baik, ‘kan?

            "Tidak—"

            "Jangan bercanda."

Sebelum kubisa menyelesaikannya, Kazuki yang berada di sampingku meninggikan suaranya dengan marah. Kedua prajurit yang berada di sampingnya raja pun menggenggam pegangan pedang mereka, bersiap untuk menghunusnya.

O-Oi, aku sih senang kau marah demiku, tapi tenanglah dulu?!

            "Apa kau pernah memikirkan apa yang akan terjadi pada orang yang kami cintai?! Orangtua kami! Senpai dan Usato juga....!"

            "Aku sungguh minta maaf..... tapi, kami juga putus asa."

Sembari mengepalkan tangannya, Kazuki melangkah maju. Aku baru saja berteman dengannya beberapa jam yang lalu, tapi dia memang benar-benar pria yang hebat. Walaupun aku sendiri sulit untuk menganggap ini serius karena ini semua memang sangat enggak masuk akal....

            "Tenanglah, Kazuki. Aku senang kau marah demiku, tapi berbuat kasar juga enggak ada gunanya, ‘kan?"

            "Kuh.... yasudah kalau Usato bilang begitu."

Dalam hati Kazuki, seberapa berat pernyataan yang benar-benar kutahan?

            "Aku tahu kami sudah mleakukannya untuk kepentingan kami sendiri. Memaksa untuk dibawa ke dunia ini, aku tidak tahu apa kami bisa memberi kalian kompensasi yang setimpal. Tapi, kami pasti akan mencari sihir untuk mengirim kalian kembali. Sampai saat itu tiba, kumohon pinjamkanlah kekuatan kalian pada kami....."

            ""Lloyd-sama?!""

O—i...... di hadapan Kazuki, Lloyd bersujud di lantai istana yang dingin. Bukankah perkembangan pembicaraan ini sedikit terlalu cepat?!

Enggak salah lagi, orang ini memang raja yang sangat baik!

Beda bener dengan raja-raja yang kubaca di dalam novel!

            "Aku adalah raja negeri ini! Aku mempunyai kewajiban untuk melindungi para warga negara! Karenanya, akan kutundukkan kepalaku sebanyak yang kuperlukan!"

Berdiri dari depan kakinya Kazuki, Lloyd berjalan ke arahku dan menundukkan kepalanya. Raja suatu negeri tengah menundukkan kepalanya pada soerang siswa. Dalam kejadian aneh itu, Kazuki yang sudah tenang pun menurunkan bahunya seakan-akan dia menyerah.

            "..... Sebelumnya, saya sangatlah tidak sopan. Tolong angkatlah kepala Anda Baginda Raja. Mari kita bicarakan, kami akan mendengarkannnya."

            "Terima kasih atas pengertiannya."

Raja Lloyd berbalik dan mengangguk setuju pada Inukami-senpai dan aku. Inukami-senpai tersenyum dan memberikanku acungan jempol, itu sifatnya yang belum pernah aku lihat sebelumnya di sekolah.....

Enggak disangka ternyata orang inilah yang paling menikmati situasi ini.




⟵Back         Main          Next⟶

Related Posts

Chiyu Mahou no Machigatta Tsukaikata Volume 01 Chapter 01 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh