Sunday, February 25, 2018

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 06 Bahasa Indonesia


Chapter 06 – Rigal Den ④




            "Katsuragi! Katsuragi! Status­-ku naik!"

            "Berisik, sekarang bukan waktunya melakukan itu"

            "Kamu ini kenapa sih? Bilang sesuatu kek?"

            "Iya, iya. Itu hebat. Sekarang kau benar-benar bisa melakukan sesuatu yang berguna"

            "Siapa juga yang mau melakukan sesuatu buatmu?!"

Dia masih berbicara seperti itu padaku? Kau pikir dia sudah mengerti posisinya sekarang.

            ".... Hei, Hamakaze. Ada sesuatu yang ingin kucoba"

Status-ku tak terlalu banyak meningkat, tapi aku berhasil mendapatkan kemampuan spesial.

Salah satunya adalah Absolute Command. Menurut penjelasannya, aku harus mempunyai level yang lebih tinggi untuk menggunakannya.

Jadi kurasa karena itulah kemampuan itu belum muncul sampai sekarang.

Yang jelas, karena kondisinya mengharuskanku mempunyai level yang tinggi.... apa itu berarti bahwa seseorang yang memerintah harus lebih kuat dari pada bawahannya?

Untuk saat ini, mari kita tinggalkan saja dulu itu.

Efeknya adalah membuat siapa pun menjadi tertarik.

Mampu membuat seseorang mentaati perintah, tak peduli apa pun perintahnya. Semua lelaki di seluruh dunia pasti akan iri padaku karena bisa melakukan itu.

Tatapanku langsung terarahkan pada bagian tubuh tertentunya Hamakaze.

            "Ap....."

Hamakaze pun berbalik, menyembunyikan dua gunung menggairahkannya dari pandanganku.

            "Mesum! Pemerkosa!"

            "Berisik.... memangnya aku mau melakukannya di tempat kayak ‘gini? Aku akan menunggu sampai kita menyelesaikan dungeon ini, jadi kau bisa tenang"

            "Ma-mana mungkin!! Bagaimana dengan hakku!?"

            "Kau tak memilikinya"

Aku langsung menyatakannya.

            "Dasar kejam! Kau seharusnya mati saja!"

            "Kalau iya, kekuatanku baru saja meningkat dan aku dihidupkan kembali"

            "Aku tidak mengerti!"

Dia memukul dadaku. Aku barusan berpikir untuk membalasnya dengan meraba payudaranya kalau dia melakukannya lagi, tapi dia lanjut berbicara.

            "Kau..... aku..... semuanya, aku tak mengerti. Kenapa, kenapa kita harus melawan monster seperti itu..... kenapa kita harus menjadi pahlawan.....!?"

Dia mengurangi kekuatannya dan tinjunya pun perlahan mulai melemah.

            "Aku tak.... aku tak mengerti.....!"

Suara polos dan naif yang biasanya pun hilang, menjadi agak lemah.

            "Aku sudah tak tahan lagi..... apa-apaan tempat ini... kenapa ini harus terjadi....!?"

Dia berjongkok dan mulai menangis.

Apa dia akan hancur setelah sampai sejauh ini....?

Dengan kenyataan dari situasi yang kita hadapi sebelumnya, air mata yang sudah lama ditahannya pun membeludak keluar.

Bukannya aku tak mengerti perasaannya. Kuyakin aku juga akan menangis sama sepertinya kalau aku berada di posisinya sekarang.

Aku bisa sedikit mengerti keadaan mentalnya.

—Karena itulah aku tahu kalau sekarang adalah kesempatanku untuk membuat Hamakaze menjadi milikku.

Aku memang orang yang mengerikan, hanya mampu memikirkan hal-hal seperti itu......

            "..... Hei, Hamakaze"

            "... ..... ..... Apa?"

            "Kaupikir apa yang membuat kita mengalami kekacauan ini?"

            "...... Apa gunanya menjawabnya—"

            "Sudah jawab saja. Menurutmu siapa penyebabnya?"

            ".... Dewi, yang memanggil kita?"

            "Salah"

            "Hah....? Te-terus, siapa?"

            "Samejima"

Aku langsung menjawabnya dengan nama orang yang menjadi target balas dendamku.

            "Ke-kenapa? Maksudku, wanita itulah yang meminta kita untuk melakukan semua ini, ‘kan?"

            "Ya, dia memang melakukannya"

            "Ka-kalau begitu—"

            "Tapi kita berhak menolaknya. Tapi siapa orang yang mengambil hak itu dari kita?"

            "I-itu......"

Ia bimbang.

Ia tahu betul siapa pelakunya.

            "Itu ulahnya. Dia, demi keinginannya sendiri, menerima permintaannya. Dia, demi keinginannya sendiri, melibatkan kita dan—"

Aku membisikkannya ke telinga Hamakaze.

            "—Membuangmu, mengkhianatimu"

            "——!!"

Aku mendengar dia yang menggertakan giginya.

Kelihatannya dia sudah mengabaikan kebenaran itu, dan menyembunyikan dirinya dari hal itu. Dia memendam kebenciannya dalam perutnya, dan menelantarkannya.

Dia mehanannya. Aku tak tahu kenapa dan juga tak ingin tahu.

Dia hanya perlu menenggelamkan dirinya dalam kemarahan sekarang.

            "..... kenapa..... aku..... dibuang....?"

Dia hampir tak bisa mengeluarkan suaranya lewat air matanya. Seperti bayi yang menempel pada orang tuanya, Hamakaze pun mencengkram lengan bajuku.

            "Karena kau lemah"

Aku mengguncangkan tanganku, dan membuat ia melepaskanya.

            "Kau tahu..... a-aku..... menyukai..... Samejima..... aku berusaha keras, memberikan semua yang kupunya. Bahkan meski takut, aku membunuh para demon itu.... aku mencoba untuk menjadi kuat......"

            "Ada banyak orang yang menyukainya. Dia takkan peduli meski kehilanganmu"

Aku berbicara dengan nada yang dingin dan menusuk.

            "..... Be-benarkah......?"

            "Ya. Benar"

Aku tak bersimpati padanya.

            "Uu...... uuu....!"

—Tapi itu belum cukup. Aku akan membuatnya menjadi rekanku. Aku akan mendesak diriku ke dalam hatinya.

            "Hamakaze"

            "....... Eh?"

Aku menggerakkan tanganku ke sekitar pinggangnya Hamakaze, memeluknya saat dia menangis.

            "K-Katsuragi? Ap-apa yang kau—"

            "Aku takkan membuangmu "

Tubuhnya yang kecil, pikiranya yang hancur, begitu bereaksi terhadap hiburanku.

            "Kau takkan..... membuang..... ku....?"

            "Aku beda dengan Samejima. Aku menginginkanmu. Aku ingin kau berada di sisiku selamanya"

            "Tak mungkin.... Katsuragi, bahkan tanpaku.... k-kau bisa....."

            "Hamakaze!"

Kutambahkan kekuatan dalam pelukanku, menyampaikan perasaanku.

            "Kumohon..... ikutlah bersamaku. Aku takkan pernah membuangmu. Berapakali pun akan kukatakan. Aku menginginkanmu"

            "Katsu..... ragi....."

Hanya ada secarah cahaya yang tersisa di matanya yang berkaca-kaca saat ia menatap balikku. Kalau ia ditinggalkan sendirian sekarang, tanpa ada orang lain atau apa pun untuk membantunya, ia mungkin akan mati.

            "Maukah kau..... menerima..... ku?"

Dia perlahan menurunkan kelopak matanya dan mendekatkan wajah berkaca-kacanya itu pada wajahku.

Aku melihat bibirnya, berdarah karena digigit begitu keras.

Aku tak bersimpati padanya.

Aku tak menghiburnya.

Tak apa. Aku hanya menjadikannya sebagai rekanku.

Aku tak usah terlalu memikirkannya.

Aku mendapatkan bawahan yang hebat.

Hanya itu saja.

            "Hamakaze....."

            "Mmm....."

Ciuman pertamaku berasa seperti darah.

Pada hari itu, aku mendapatkan budak pertamaku.

⟵Back         Main          Next⟶




Related Posts

The Forsaken Hero - Volume 01 - Chapter 06 Bahasa Indonesia
4/ 5
Oleh

6 komentar